1. 2.

30 Agustus 2009

Lemahnya Pengawasan Membuat Banyak Ruang Terbuka Dilanggar

JAKARTA - Lemahnya pengawasan dan kurangnya koordinasi menyebabkan terjadinya pelanggaran Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Ibukota Jakarta.

Selain itu, penerapan sanksi yang kurang tegas terjadi karena aparat pemerintah kota menghadapi benturan adanya koneksi bisnis dan pejabat.

"Saya melihat dalam 10 tahun terakhir Pemprov DKI Jakarta dan jajaran pemerintah kotamadya belum optimal melakukan pengawasan dan penegakan hukum dalam pelanggaran tataruang," kata Ketua Kelompok Studi Arsitektur Lanskap Indonesia, Nirwono Yoga, dalam diskusi Ruang Terbuka Hijau Jakarta Versus Kepentingan Bisnis).

Dia mencontohkan rencana penyegelan 39 SPBU yang melanggar RTH belum berjalan mulus disebabkan hambatan tertentu. "SPBU milik pejabat atau mantan pejabat gagal dieksekusi tetapi SPBU milik pengusaha biasa tereksekusi," cetusnya.

Karena itu, ia juga pesimis apakah Pemprov DKI Jakarta dan Pemkot Jaksel mampu menyegel 51 bangunan usaha yang sempat tertunda karena faktor koneksi pejabat tersebut.

Dijelaskan bahwa master plan RTRW( Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah) Jakarta setiap periode mengalami perubahan signifikan. RTRW 2010 terfokus pada pembangunan kawasan pereokonomian. Pemerintah cenderung memfasilitasi kepentingan pemilik modal ketimbang kepentingan publik dan keseimbangan ekologi.

Ia memaparkan dalam Rencana Induk Jakarta (1965-1985) RTH dialokasikan 37,2 persen yang sesuai dengan kesepakatan KTT Bumi di Rio de Jenairo 1992 dan KTT Bumi di Johanesburg 2002. "Proporsi RTH ditetapkan minimal 30 persen dari luas wilayah kota," cetus Nirwono.

Namun,jelas dia, dalam Perda No.5 tahun 1984,Rencana UmUm Tata Ruang Jakarta 1985-2005, alokasi RTH menyusut menjadi 25,85 persen. Berikutnya Perda No.6/1999 RTRW Jakarta 2000-2010 target RTH hanya disisakan seluas 13,4 persen. "Fakta terkini RTH Jakarta menyusut tinggal 9 persen artinya selama 25 tahun (1985-2010) RTH Jakarta terkikis seluas 28,2 persen.

Kondisi ini tentu makin kritis karena bagian daerah yang semula diperuntukan sebagai paru paru kota dan konservasi air kini didominasi kelompok pemilik modal dengan hutan betonnya.

Akibatnya, kualitas udara di Jakarta 80 persen dipenuhi gas beracun seperti CO 2, ozon, nitrogen, timbal, dan lain lain. "Kualitas udara yang buruk juga disebabkan tumbuhnya pabrik pabrik dan gudang di kota Jakarta yang tidak memenuhi ketentuan amdal."

Dalam kesempatan yang sama, Sekjen Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAPI) Bernardus Djonoputro mengatakan RTH merupakan pertarungan interprestasi Pemprov DKI Jakarta yang merupakan ibukota negara, sebagai pusat segala aktivitas masyarakat Indonesia.

"Perencanaan tata ruang kota Jakarta sebenarnya tidak lepas pula dari kepentingan sosial politik," cetusnya.

Disini peran DPRD dan gubernur dan walikota amat penting dalam membangun tata ruang kota dengan RTH yang lebih baik.

"Apakah DPRD kita mau kreatif membangun tata ruang kota yang lebih baik dengan staf ahli yang handal?," ujarnya.

Karena itu ,ia mengusulkan perlunya masukan yang terus menerus kepada pengambil keputusan perencana tata ruang kota tersebut. Ia tidak menafikan peran pengusaha yang cenderung pragmatis, namun kembali pentingnya mentalitas aparat yang tidak mudah disogok dalam membangun kota.(mi/red)

Staff Redaksi


Hendrik S (Polda Metro Jaya) (Jaksel) Robin S (Jaktim) Ramdani BE, Agus Subarkah (Jakpus)Butet (Jakut) Biro Bekasi :Sepmi R (Kabiro) , Joni Sitanggang, Binton Juntak, Mustofa, Ringan Simbolon, Haerudin, Herman Sitanggang, Mulayadi TH, Togar S, Banjarnahor, Syafi'i M, Biro Kab.Bogor (Kabiro) Depok : Radot S, (Kabiro), Karawang : Ade Junaidi (Kabiro), Rihas Purnama YM, Edi Askam, Mustamir, Otong, Wawan, Junaedi, Sopyan Junior, Mumuh MuhamadMursid. Perwkln Jabar: Idris C.Pasaribu (Ka Prwkl), Ungkap M, Deni Ridwan, Parasman. Biro Cimahi : Martunas S. Prwkln Lampung : (Ka.Prwkln) Kab Tanggamus : Prwkln Jambi : Sabarudin Nasution SE (Ka.Prwkl), Biro Tanjabbar : Hasbullah Biro Kab/Kota Siantar : Buhardo Siahaan. Biro Sulselbar : (Ka.Biro)